Komunikasi Organisasi: GoJek Dalam Menanggulangi Krisis



Untuk memenuhi tugas UAS semester 1 kali ini saya akan mencoba membahas tentang Go-jek. mungkin untuk daerah luar Jabodetabek masih banyak yang belum mengenal Gojek. Jadi, silahkan disimak, semoga bermanfaat.. kalau ada yang kurang/salah silahkan dikoreksi ya..
 
Pendahuluan
            Tidak ada satu organisasi atau perusahaan yang terlepas dari konflik, baik itu organisasi besar maupun organisasi kecil. Krisis yang muncul dapat berasal dari internal maupun eksternal organisasi, dan krisis biasanya timbul secara tiba-tiba. Misalnya krisis kecelakaan pesawat pada Air Asia, krisis semburan lumpur pada PT. Lapindo, krisis isu bahaya rokok bagi perusahaan rokok di Indonesia, atau berupa tumpahnya minyak Pertamina di perairan Cilacap yang baru saja terjadi. Krisis tidak hanya terjadi pada organisasi yang besar dan berpengalaman saja, tapi juga rentan terjadi pada organisasi kecil, khususnya pada perusahaan yang baru berdiri.
Ketika suatu organisasi maupun perusahaan sedang mengalami krisis, maka mengulur waktu atau membiarkan suatu krisis berkembang secara bebas adalah tindakan yang tidak bijaksana, dan bahkan berpotensi merugikan organisasi. Demikian pula halnya jika organisasi berusaha menutup-nutupi konfliknya dengan berbohong atau enggan memberikan penjelasan. Mengingat saat ini teknologi telekomunikasi dan media komunikasi telah semakin canggih, maka sebuah berita konflik akan sangat mudah tersebar luas, sehingga membuat organisasi tidak dapat lagi menyembunyikan suatu krisis dari telinga pers. Dalam hitungan detik, berita mengenai suatu konflik atau krisis akan tersebar ke berbagai penjuru dunia. Jika hal ini lamban ditangani maka akan menyebabkan penanggulangan krisis menjadi semakin sulit.
Pada umumnya krisis yang sedang menyerang perusahaan bertambah parah ketika perusahaan gagal dalam mengelola komunikasi dimasa krisis, sehingga komunikasi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Setiap organsiasi tidak boleh mengabaikan sebuah krisis begitu saja, perusahaan harus cepat tanggap dalam memberikan penanganan serta harus memiliki serangkaian kesiapan tersendiri untuk mengatasi krisis. Berbagai krisis dapat terselesaikan dengan baik dan dapat pula meluluh lantakkan organisasi atau perusahaan tersebut. Hal penting yang dapat dipelajari dari organisasi atau perusahaan yang selamat dari krisis adalah kemampuannya untuk megelola krisis dan memasukkan manajemen komunikasi sebagai bagian penting dalam menyelesaikan krisis, sehingga krisis tidak menjadi masalah yang berlarut-larut dan bertambah parah yang dapat berpotensi menghancurkan reputasi perusahaan dimata masyarakat.
Sebagai sebuah organisasi baru, Gojek tidak akan terlepas dari berbagai konflik yang akan menentukan apakah organisasi tersebut akan terus bertahan atau lenyap. Walaupun pada dasarnya tidak ada satu organisasipun yang menginginkan terjadinya konflik, namun secara langsung justru konflik-lah yang membuat sebuah perusahaan atau organisasi menjadi lebih kuat dan berpengalaman. Gojek saat ini tengah mengalami krisis yang cukup mengguncang reputasinya sebagai organisasi baru yang merambah bisnis transportasi publik. Driver Gojek mendapatkan ancaman dari pengendara ojek lokal setempat. Bahkan ada yang akan melakukan tindakan fisik ke pengendara Gojek karena ojek lokal merasa tersaingi oleh para driver Gojek. Krisis semacam ini tentunya berpotensi membuat customer Gojek menurun jika merasa keselamatannya terancam karena adanya teror oleh para ojek lokal. Dan berakibat pula pada kinerja driver Gojek dalam melayani customernya, khususnya didaerah-daerah tertentu yang mereka anggap rawan. Basuki Tjahaya Purnama selaku Gubernur DKI Jakarta merasa bahwa hal ini salah satu bentuk aksi ojek lokal yang takut tersaingi oleh Gojek (Aulia: 2015).
Krisis semacam ini jika tidak ditangani segera oleh pengelola Gojek dapat berimbas pada konflik yang lebih besar antara para pengendara Gojek dengan ojek lokal setempat yang merasa lahan kerja mereka diambil oleh oleh Gojek. Adanya miskomunikasi antara Gojek dengan ojek lokal ini membuat kedua belah pihak menjadi bersitegang. Keberadaan Gojek semakin terpojokkan ketika Organda DKI Jakarta juga keberatan dengan eksistensi Gojek, hal ini terjadi karena Gojek bukanlah sebagai organisasi angkutat resmi yang diakui oleh pemerintah. Sehingga keberadaannya perlu dipertanyakan. Dalam krisis yang saat ini menyerang Gojek, membuatnya perlu melakukan manajemen komunikasi krisis yang tepat agar konflik tidak semakin besar dan harus memiliki strategi khusus yang dapat dilakukan Gojek dalam melakukan problem solving. Untuk itu lah disini penulis mencoba untuk mengulas komunikasi krisis yang dapat dilakukan Gojek dalam menghadapi tekanan dari eksternal perusahaannya tersebut.
Crisis Communication
Sebelum memasuki pada krisis Gojek itu sendiri, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa itu krisis komunikasi. Krisis menurut Barton (dalam Ngurah Putra, 1999:84) adalah peristiwa besar yang tak terduga yang secara potensial berdampak negatif terhadap baik perusahaan maupun publik. Peristiwa ini mungkin secara cukup berarti merusak organisasi, karyawan, produk, jasa yang dihasilkan organisasi, kondisi keuangan dan reputasi perusahaan.
Kemudian, Argenti (2010: 301) mendefinisikan krisis sebagai sebuah malapetaka yang dapat muncul secara alami atau sebagai hasil dari kesalahan, intervensi, atau bahkan niat jahat manusia. Krisis dapat meliputi kehancuran nyata, seperti perusakan jiwa atau aset, atau kehancuran tak berwujud, seperti hilangnya kredibilitas dan reputasi dari suatu organisasi. Argenti juga menyebutkan bahwa krisis biasanya memiliki dampak keuangan aktual yang signifikan pada sebuah perusahaan, dan biasanya juga mempengaruhi banyak konstituen didalam lebih dari satu pasar.
Sedangkan jika kita menilik pada ranah krisis komunikasi, menurut Abidin (2005: 14) komunikasi krisis adalah kegiatan pemberian informasi untuk menjelaskan tentang terjadinya krisis, baik yang disebabkan oleh bencana alam, gangguan teknis, kesalahan manusia maupun karena krisis komunikasi, termasuk upaya-upaya yang telah dilakukan dan akan dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk dapat segera menyelesaikan atau membantu menyelesaikan krisis sehingga krisis tersebut bisa segera ditanggulangi. Kemudian menurut Lattimore dkk (2010: 434), krisis komunikasi adalah hal-hal terkait dengan penggunaan semua peralatan media publik dalam rangka memelihara dan memperkuat reputasi organisasi, terutama saat organisasi mengalami goncangan, yaitu pada waktu ketika organisasi berada dalam kondisi bahaya. Merujuk bahwa saat ini konflik ataupun krisis merupakan makanan lezat bagi para awak media, dikarenakan berita seputar krisis sering menarik minat dan menjadi perhatian publik melalui liputan media. Sehingga perusahaan perlu untuk memperhatikan pengelolaan krisis komunikasi yang baik. terutama jika krisis tersebut menyangkut pelayanan publik.
GoJek?
link: www.go-jek.com 
IG : gojekindonesia
Mungkin masih banyak yang bertanya-tanya “apa itu Gojek?”, karena Gojek memang belum terlalu trend di banyak kota selain daerah Jabodetabek yang notabenenya sebagai kota yang padat dan sering menagalami kemacetan. Sehingga orang-orang banyak yang menggunakan alternatif Gojek untuk menghindari kemacetan.
            Didirikan oleh Nadiem Makariem, lulusan jurusan Bisnis dari Universitas Harvard, AS ini mendirikan PT. GoJek Indonesia. Dengan memanfaatkan layanan transportasi ojek secara online. Maksud menggunakan layanan online disini adalah, Gojek dipesan melalui online, dan pendaftaran driver Gojek pun juga dilakukan secara online. Meskipun memiliki sistem online yang modern, Gojek mempunyai kantor utama yang bisa dijadikan tempat pengaduan oleh pelanggan jika mendapat perlakuan tidak baik. semua tukang ojek di Gojek melalui sistem perekrutan dengan berbagai jaminan. Selain itu, perekrutan driver Gojek dilakukan melalui sejumlah tes layaknya perusahaan yang merekrut pegawai baru. Semua itu dilakukan untuk menciptakan tukang ojek yang terpercaya dan tidak akan berbuat kriminal (Dani Satria: 2015).
Gambar 1: foto ilustrasi gojek dari google – Go-jek.com
Sejak awal kemunculannya, Gojek telah direspon positif oleh masyarakat, hal ini dibuktikan dengan pernyataan pionir Gojek yang mengatakan bahwa Gojek dapat melayani hingga 150 kali ojek perharinya, dan diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan layanan Gojek. Layanan yang meraih juara pertama Global Entrepeneurship Program Indonesia (GEPI) 2011 dalam Non-Tech Category merekrut para pengojek yang diberi pelatihan dasar tentang aturan lalu lintas yang baik, mengemudi aman, tata cara menyapa penumpang dan berpenampilan rapi. (Yuniar, 2014).
Berdiri sejak tahun 2011, Gojek telah memiliki seribu armada kendaraan roda dua dengan tidak hanya mengantar penumpang saja, tetapi juga dapat mengantar jemput barang, makanan, belanjaan, dan lainnya. Dikutip dari laman cnnindonesia.com edisi 27/01/2015 yang berjudul Pendiri Aplikasi Go-Jek Siap Dipanggil Gubernur Ahok, pendiri Gojek, Nadiem Makariem percaya bahwa jasa Gojek dapat menjadi alternatif yang tepat bagi transportasi dalam menembus kemacetan parah seperti di Jakarta dan bisa mempersingkat waktu tempuh. Nadiem juga menilai Gojek dapat menjadi salah satu feeder yang mengantar penumpang ke stasiun atau halte terdekat, sekaligus membantu para konsumen dalam mengantarkan pemesanan (shopping delivery).
Untuk memudahkan pelayanan, Gojek juga menanamkan perangkat GPS pada setiap armadanya sehingga memudahkan pengelola Gojek mendeteksi keberadaan pengendara Gojek yang sedang melayani konsumen. Saat ini Gojek telah meluncurkan applikasi Gojek melalui android yang bisa diunggah langsung melalui playstore demi memudahkan para customer menggunakan layanan Gojek. Laman online sidomi.com edisi 24/02/2015 menyebutkan bahwa para pengojek ketika ikutserta sebagai anggota Gojek, mengakui bahwa mereka lebih percaya diri dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap dirinya menjadi lebih tinggi. Hal ini dikarenakan, selain pengendara Gojek terdaftar secara sistematis, mereka juga berpenampilan lebih rapi dengan seragam dan helm berlogo Gojek yang secara visual tertata dan terkoordinir dengan baik. hal ini senada dengan yang diungkapkan Hutabarat (2015) yang menyebutkan bahwa bagi masyarakat kehadiran Gojek sangat membantu. Masyarakat memiliki alasan pribadi memilih Gojek ketimbang ojek lokal. yaitu, karena penampilannya.
Gejolak Eksternal GoJek
            Sebagai organisasi yang baru berkembang dikota besar seperti Jakarta, Gojek senantiasa berusaha memberikan peningkatan terhadap pelayanannya, namun itu semua bukan berarti berjalan tanpa ada hambatan. Gesekan yang terjadi antara Gojek dengan ojek lokal setempat yang merasa lahan kerja mereka direbut, membuat keamanan serta kinerja driver Gojek terancam, pasalnya ancaman serta gangguan yang diterima para driver Gojek membuat mereka terpaksa minta penumpang menunggu di tempat jauh dari pangkalan ojek. Alfindo (2015) menyebutkan bahwa insiden ricuh antara supir Gojek vs tukang ojek lokal kian marak terjadi. Akhir-akhir ini banyak tukang ojek lokal yang tidak terima lahan ojek mereka diserobot supir Gojek yang merupakan driver ojek luar pangkalan. Berbagai intimidasi harus diterima driver GoJek. Salah satunya dialami Faisal Basri, 45 tahun. Dia mengaku sempat mendapat ancaman dari tukang ojek setempat. Dia diancam saat menunggu pelanggan di daerah Karet, Jakarta Selatan (Hutabarat: 2015). Selain itu dalam judul berita online dari metrotvnews.com edisi 12/06/2015 juga menyebutkan cara lain para driver GoJek dalam menghindari ancaman dari ojek lokal, yaitu beberapa driver Gojek siap siaga membawa perlengkapan khusus berupa jaket dan helm tanpa loho Gojek, mereka membawa jaket dan helm yang biasa mereka gunakan sebelum menjadi anggota Gojek. Hal ini dilakukan karena sebelumnya mereka pernah mendapatkan pengalaman yang kurang mengenakan. Beberapa tukang ojek lokal merasa teganggu karena kehadiran GoJek. Meski mereka tahu bahwa menggunakan atribut GoJek adalah sebuah keharusan dan bisa dikenai sanksi jika melanggar, mereka tetap berpendapat lebih baik mencegah kejadian ketimbang menimbulkan masalah lebih besar.
Alfindo juga mengatakan bahwa aksi tersebut memang sudah dapat diprediksi karena layaknya lahan parkir, lahan ojek juga sering menjadi sengketa. Tidak jarang tukang ojek luar daerah sering menjadi korban tukang ojek lokal. Apalagi dizaman sekarang semakin sulit mencari konsumen ojek lokal karena mayoritas masyarakat telah berpindah menggunakan Gojek, Grabtaxi, dan layanan sejenisnya yang lebih terkoordinir dengan jelas.
            Selain mendapat intimidasi dari para ojek lokal, ternyata Gojek juga harus berurusan dengan Organda di Jakarta yang juga merasa keberatan atas adanya Gojek. Organda DKI meminta transportasi jenis baru itu ditindak tegas karena tak memiliki izin operasional. Mereka menolak keberadaan ojek setelah adanya inovasi Gojek. Sebab, mereka menyatakan bahwa Gojek tidak termasuk moda angkutan umum yang tercantum di UU LLAJ Nomor 22 Tahun 2009. Di sana dikatakan bahwa sepeda motor bukanlah angkutan umum orang dan barang.
            Intimidasi tersebut secara tidak langsung akan membuat para konsumen pun merasa was-was dalam menggunakan Gojek, yang juga akan berimbas pada kelangsungan layanan. Aulia (2015 dalam Metrotvnews.com) juga menyebutkan tentang tanggapan yang diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menyadari penolakan Organda DKI terhadap keberadaan Gojek karena persaingan usaha angkutan darat. Gubernur DKI Jakarta yang biasa disapa Ahok itu menyarankan agar Organda mau ikut sistem Rp perkilometer. Ahok menyadari keberadaan ojek atau Gojek belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun, Organda diminta tak munafik. Sebab, diakui atau tidak, keberadaan angkutan umum roda dua itu sangat dibutuhkan untuk menembus kemacetan Ibu Kota.
Transportasi roda dua Gojek memang telah mendapat apresiasi dari Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. Ojek itu dinilai efisien dan mampu menjadi angkutan alternatif warga Ibu Kota. Ia menyampaikan kelebihan yang dimiliki Gojek. Menurut Ahok, banyak kelebihan yang dimiliki Gojek. Baik dari sisi pengendara maupun pengguna jasanya. Ia menuturkan, Go-jek memberikan asuransi kepada tukang ojeknya, tidak perlu berseliweran tanpa arah, dan mendapatkan pemasukan yang lebih pasti. Ahok mengaku heran dengan keberatan Organda atas keberadaan Gojek. Padahal, ojek biasa saja, sudah lama hidup di jalanan Ibu Kota. Ahok mengatakan, sistem GoJek memang lebih baik daripada ojek biasa.
Gejolak eksternal yang terjadi pada Gojek ini kemudian membuat Gojek harus memikirkan bagaimana cara dalam menanggulangi konflik agar tidak berlarut-larut. Karena sebenarnya konflik yang terjadi antara Gojek dengan ojek lokal maupun dengan Organda Jakarta adalah adanya kesalahpahaman karena kurangnya komunikasi antara keduabelah pihak. Ojek lokal merasa lahan mereka direbut oleh Gojek, padahal sebenarnya Gojek justru ingin merangkul para tukang ojek agar dapat saling bekerjasama meningkatkan mutu dan pelayanan angkutan ojek dan sekaligus ingin meningkatkan taraf hidup para tukang ojek. Nadiem juga mengatakan bahwa dirinya dan tim sama sekali tidak bermaksud untuk menyaingi ojek lokal maupun organda (Koesmawardhani, 2015), ia justru menginginkan para tukang ojek tidak perlu lagi menggantungkan nasib pada tempat mangkal atau berkeliaran mencari penumpang di pinggir jalan dari pagi hingga larut malam. Namun sayangnya hal ini belum dikomunikasikan secara maksimal dengan para ojek lokal.
Komunikasi Sebagai Pilar Dalam Menanggulangi Krisis
Sebuah krisis dapat dialami oleh siapa saja, termasuk perusahaan. Jika pada masa lalu, krisis perusahaan atau organisasi terbatas pada lokal dan maksimalnya hanya akan menjadi perhatian nasional, kini dengan kecanggihan teknologi, krisis korporat dapat diliput bahkan dalam beberapa detik saja oleh media lokal, nasional hingga internasional. Munculnya berbagai media online, website, dan blogger online membuat gerak-gerik krisis korporat dapat didokumentasikan dan dikritik sangat cepat. Maka, dengan semakin canggihnya lingkungan media dan tekanan mada media bisnis, membuat para pelaku korporat harus menciptakan respon yang tepat dalam menanggulangi krisis.
Langkah pertama untuk bersiap-siap terhadap terjadinya krisis adalah dengan memahami bahwa organisasi manapun selalu berisiko mengalami krisis, sehingga krisis bukan menjadi alasan untuk kehancuran sebuah organisasi. Gojek memang tidak perlu khawatir dengan resiko kehilangan pemegang saham. Karena pada dasarnya ia adalah organisasi swasta yang menawarkan layanan jasa. Tetapi ia harus khawatir tentang kehilangannya goodwill yang dapat mempengaruhi penjualan layanan ketika krisis melanda. Sehingga seringkali CEO perusahaan menjadi terlibat langsung dalam komunikasi pada saat krisis untuk memberikan kredibilitasnya. Begitu juga yang terjadi pada Gojek, Nadiem selaku pendiri Gojek secara langsung memberikan penjelasan kepada media terkait kasus yang mengintimidasi perusahaannya tersebut. Dikutip dari beritaterbaru.co.id, Nadiem yang ditemui di acara New Cities Summit 2015 di Ciputra Artpreneur mengatakan bahwa perlawanan yang terjadi terkait perusahaannya adalah miskomunikasi, ia justru ingin semua ojek dapat bergabung ke networknya. Karena selain bisa meningkatkan penghasilan, para pengojek juga akan di didik untuk mengerti teknologi.
Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan dalam manajemen komunikasi krisis yang dapat sekaligus menyoroti krisis yang terjadi pada Gojek.
1.      Mengenali Media
Media adalah saluran komunikasi yang dipergunakan untuk menyebarluaskan pesan sehingga pesan mampu menjangkau komunikan dalam jumlah yang lebih besar, tidak terbatas pada ruang dan waktu (Abidin, 2005: 15). Organisasi perlu melakukan hubungan yang baik dengan media. Namun perlu ditekankan bahwa tujuan pokok diadakannya hubungan media adalah untuk menciptakan pengetahuan dan pemahaman kepada publik, bukan untuk menyebarkan suatu pesan sesuai keinginan perusahaan induk atau klien demi mendapatkan suatu citra semata.
Dalam hal terkait Gojek, Gojek sepertinya telah memiliki hubungan yang cukup baik dengan media, ini dibuktikan dengan beberapa media yang memberitakan konflik Gojek dengan ojek lokal dan Organda bernilai positif bagi Gojek itu sendiri. Contoh berita online yang mengangkat kasus Gojek adalah Metrotvnews.com yang beberapa kali mengangkat kasus Gojek dengan judul: Kelebihan Gojek dimata Ahok - edisi 12 Juni 2015, DKI Akan Masukkan Gojek dalam Smart City - edisi 23 Februari 2015, dan Gojek, Ojek dengan Nomor Identifikasi - 23 Februari 2015. Dilanjutkan dengan Merdeka.com dengan judul Ini kata bos Gojek soal kasus ancaman ke pengemudi Gojek - 11 Juni 2015. Kemudian news.liputan6.com tentang Rencana Ahok Gandeng Gojek Gabung Smart City Jakarta - edisi 18 Februari 2015.
Sambutan pers yang terbilang baik dengan adanya Gojek adalah karena pendiri Gojek sendiri sejak awal telah mensosialisasikan Gojek dengan baik melalui media, berita yang disampaikan kepada khalayak pun diutarakan sebagaimana adanya. Sehingga sambutan masyarakat dengan sendirinya akan positif. Hal ini tertera dengan apa yang diungkapkan Nadiem tentang dirinya yang tidak tertarik dengan adanya tawaran franchise dari negala lain karena ia ingin fokus di Indonesia saja, karena menurutnya perusahaannya bukan untuk dirinya semata tetapi lebih kepada membantu lingkungan sosial (beritaterbaru.co.id. 10 Juni 2015).
2.      Develop Ingratiation Strategie (Mengembangkan Strategi Integrasi)
Menurut Coombs (dalam Ngurah Putra, 1999:101-102, dalam Satlita, h. 16), Ingratiation strategie adalah usaha organisasi untuk mencari dukungan publik.
Publik disini tidak hanya media saja, tetapi juga masyarakat dan termasuk pemerintah. Kita dapat melihat dalam situasi krisis Gojek dengan ojek lokal dan Organda, ia justru mendapatkan dukungan dari masyarakat yang menginginkan agar Gojek tidak terpengaruh dengan intimisasi yang ada. Sejak awal kehadiran Gojek, masyarakat yang menggunakan layanan tersebut merasa sangat terbantu, karena selain tarif yang diajukan jelas, mereka juga merasa lebih aman. Citra dan reputasi yang dibangun Gojek secara langsung telah membuat Gojek mendapat dukungan dari masyarakat ketika menghadapi krisis.
Selain masyarakat, dukungan Gubernur DKI Jakarta juga menjadi tameng yang kuat untuk Gojek dalam konfliknya. Ahok menyadari bahwa penolakan Organda DKI terhadap keberadaan Gojek karena persaingan usaha angkutan darat. Karena walaupun keberadaan Gojek belum diatur dalam perundang-undangan, Ahok menilai masyarakatnya memang sangat membutuhkan Gojek sebagai sarana alternatif dalam menembus kemacetan Jakarta. Kabar bagusnya lagi bagi Gojek ditengah kisruh krisisnya, Gojek mampu mengembangkan komunikasi yang baik dengan pemerintah sehingga pemerintah DKI berencana memasukkan Gojek kedalam smart city, agar pemprov DKI dapat ikut serta mempromosikan Gojek kepada masyarakat dan turis melalui aplikasi smart city.
3.      Memberitahukan Karyawan Segera Mungkin
Karyawan sebagai konstituen utama dalam perusahaan harus dapat mengenali kondisi perusahaannya dengan baik. Begitu pula saat terjadi krisis. Karyawan yang mengetahui krisis perusahaannya melalui media sama halnya dengan seorang anggota keluarga yang mengetahui sebuah masalah personal dari orang luar (Argenti, 2010: 64). Ketika Gojek sedang mengalami isu konflik eksternal, maka manajer atau atasan Gojek harus memberitahukan keseluruh karyawannya. Hal ini sangat penting karena selain karyawan dapat lebih waspada dan berhati-hati, karyawan juga dapat membantu perusahaan dalam menemukan alternatif yang tepat dalam meminimalisir krisis. Karena walau bagaimanapun, sebagai perusahaan yang bergerak dibidang transportasi dan layanan publik, keselamatan dari penumpang dan pengemudi adalah yang utama. Sehingga krisis ancaman dari pihak lain tidak boleh sampai tidak diketahui oleh setiap karyawan Gojek.
4.      Mengelola Informasi yang Beredar
Dalam keadaan krisis, biasanya perusahaan akan menerima banyak sekali informasi ataupun berita yang terkait dirinya. Sehingga perusahaan harus dengan jeli memfilter berita-berita yang masuk. Sebagai perusahaan yang menggunakan media online, Gojek tidak hanya mendapat informasi melalui media massa, tetapi juga jejaring sosial. Karena para customernya yang rata-rata adalah ‘melek’ media kerap memberikan opini dan informasi melalui akun pribadi mereka. Termasuk ketika konflik dengan ojek lokal berhembus dengan kuat ketika salah seorang customernya yang bernama Boris Anggoro men’share’ kejadian tersebut melalui jejaring sosial Path (Alfindo: 2015). Postingan tersebut langsung saja mengundang banyak komentar dari pengguna jejaring sosial lainnya dan dengan sangat cepat menyebar. Sehingga konflik tersebutpun dengan sangat cepat pula diketahui khalayak.
Disini, Gojek harus dapat mengontrol informasi yang beredar. Salah satu strategi yang diungkapkan Purwaningwulan (2013: 174), yaitu dengan segera menyampaikan informasi yang akurat dan memutuskan tindakan yang mempertimbangkan efek jangka panjang. Informasi yang disampaikan dapat disebarluaskan melalui media massa maupun jejaring sosial atau website resmi milik Gojek sendiri, hal ini dapat dilakukan untuk mengontrol informasi yang beredar dimasyarakat. Termasuk memberikan informasi yang jelas kepada anggota ojek lokal dan organda tentang tujuan dari berdirinya Gojek agar kesalahpahaman yang terjadi tidak berlanjut terus menerus. PT. Gojek Indonesia dapat melakukan pertemuan langsung dengan para tukang ojek lokal agar dapat terjalin komunikasi dua arah antara kedua belah pihak. Komunikasi dua arah yang dilakukan secara reguler dengan kelompok ini juga akan berdampak jangka panjang, karena mampu menjadi perekat yang dapat membawa kredibilitas dan harapan positif jika suatu saat krisis kembali melanda.
5.      Membuat Rencana Untuk Menghindari Krisis Lain
Selanjutnya, sebagai organisasi baru. Gojek harus dapat meningkatkan sistem komunikasi untuk memastikan bahwa Gojek dapat semakin siap saat menghadapi krisis yang akan datang. Perusahaan-perusahaan yang telah mengalami krisis cenderung percaya bahwa kemunculan seperti itu akan terjadi lagi dan akan semakin menyadari bahwa persiapan adalah kunci dari penanganan krisis dengan sukses (Argenti, 2010: 330). Maksudnya adalah dengan melakukan persiapan yang matang dengan menjalin kerjasama yang baik dengan segala pihak dapat membuat perusahaan lebih mudah saat mengalami krisis. Selain itu yang juga tidak kalah pentingnya dalam suatu strategi komunikasi krisis yang ungkapkan Satlita (h.17) adalah memilih siapa yang akan menjadi juru bicara, baik kepada berbagai publik maupun kepada media massa yang akan menjadi saluran penting dalam komunikasi krisis. Karena tidak selamanya ketika krisis terjadi pembicara utmanya adalah pendirinya sendiri, ada kalanya saat krisis terjadi pembicara utama harus dilakukan oleh juru bicara atau humas, agar jika terjadi kesalahan dalam penyampaian informasi, dapat diklarifikasi oleh kepala perusahaan.
            Selain poin diatas, Lattimore dkk (2010: 437) menambahkan beberapa upaya yang dapat dilakukan perusahaan untuk menghindari krisis. Yaitu dengan terus berupaya meningkatkan serta memelihara kepercayaan dan kredibilitas, memastikan masyarakat tetap memperoleh informasi secara reguler melalui berbagai saluran komunikasi. Terakhir, perusahaan perlu mengawasi segala rumor yang memiliki kemungkinan krisis, sehingga dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin. 
Penutup
Perusahaan memang tidak akan bebas dari ancaman krisis, baik itu krisis yang sifatnya kecil maupun besar. Krisis pada perusahaan tidak bisa diprediksi datangnya, dan dapat terjadi pada perusahaan mana saja.  Sehingga jalan terbaik untuk menghadapinya adalah membuat perencanaan sebaik mungkin dan memprediksi resiko apa saja yang akan dihadapi oleh perusahaan. Dalam era modern, cara perusahaan dalam memandang krisis akan lebih berbeda, ketika kemajuan teknologi telah merajai industri bisnis, mengelola komunikasi dimasa krisis menjadi bagian yang penting untuk dilakukan. Karena jika suatu krisis lamban ditangani, informasi yang tersebar dimasyarakat akan berpotensi mempengaruhi jalannya perusahaan.
Layanan berbasis teknologi yang bergerak dalam bidang transportasi dan kurir, Gojek Indonesia, saat ini telah menggandeng sedikitnya seribu tukang ojek di seluruh Jabodetabek. Dengan didirikannya Gojek oleh Nadiem alumni Harvard University ini telah mengangkat citra, sekaligus penghasilan para tukang ojek yang menjadi mitra Gojek. Sebagai organisasi baru tentu Gojek tidak terlepas dari krisis yang menimpa, konflik yang terjadi antara Gojek dengan ojek lokal dan organda yang keberatan dengan eksistensi Gojek membuat Gojek harus memikirkan strategi agar perusahaannya dapat terus berjalan tanpa ada pihak lain yang merasa dirugikan. Yaitu diantaranya dengan mengenali media dengan baik, mengembangkan strategi integrasi, memberitahukan karyawan segera mungkin, mengelola informasi yang beredar, dan membuat rencana untuk menghindari krisis lain.
Dengan mengelola manajemen komunikasi yang baik, akan membuat perusahaan lebih mudah dalam menangani krisis. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa kegagalan perusahaan dalam menangani krisis berasal dari kegagalan perusahaan dalam memanajemen komunikasinya.




Referensi
Abidin, Zainal. (2005).  Optimalisasi Fungsi Media Relations Untuk Keberhasilan Komunikasi Krisis (online) Vol. 2 No. 1, 2005. http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-4627-ZainalAbidin.pdf. diakses 12 Juni 2015)
Argenti, Paul A. (2010). Corporate Communication (edisi terjemahan: Putri Aila Idris). Jakarta: Penerbit salemba Humanika
Alfindo. (2015). Duh, Terjadi insiden saling ancam antara Supir Gojek vs Tukang Ojek Lokal (online). (http://alfido.com/2015/06/09/duh-terjadi-insiden-saling-ancam-antara-supir-gojek-vs-tukang-ojek-lokal/ diakses 12 Juni 2015)
Aulia, M Rodhi. (2015). Organda Tolak Go-Jek, Ahok: Takut Tersaingi (online). (http://news.metrotvnews.com/read/2015/06/12/135941/organda-tolak-go-jek-ahok-takut-tersaingi, diakses 13 Juni 2015)
Beritaterbaru.co.id. Gojek diusir tukang ojek, ini penjelasan sang  pendiri. (online). (http://www.beritaterbaru.co.id/2015/06/10/07/30/go-jek-diusir-tukang-ojek-ini-penjelasan-sang-pendiri/ diakses 13 Juni 2015)
Dani Satria, Hardiat. (2015). Gojek, Ojek dengan Nomor Identifikasi. (online). (http://news.metrotvnews.com/read/2015/02/23/361879/gojek-ojek-dengan-nomor-identifikasi diakses tanggal 12 Juni 2015)
Gambar 1, Agatha Ardhiati. Bijak Menggunakan Ojek. (online). (http://midjournal.com/2015/05/bijak-menggunakan-go-jek, diakses 14 Juni 2015)
Hutabarat, Ciputri. (2015). Driver Go-Jek Kerap Minta Penumpang Menunggu di Tempat Jauh dari Pangkalan Ojek (online). (http://news.metrotvnews.com/read/2015/06/12/135978/driver-go-jek-kerap-minta-penumpang-menunggu-di-tempat-jauh-dari-pangkalan-ojek, diakses 13 Juni 2015)
Hutabarat, Ciputri. (2015). Ini Cara Driver Go-Jek Hindari Ancaman Ojek Lokal (online). (http://news.metrotvnews.com/read/2015/06/12/135853/ini-cara-driver-go-jek-hindari-ancaman-ojek-lokal, diakses 13 Juni 2015)
Koesmawardhani, Nograhany Widhi. (2015). Go-Jek Diusir Tukang Ojek Pangkalan, Apa Kata Sang Pendiri? (online). (http://news.detik.com/read/2015/06/10/112953/2938232/10/go-jek-diusir-tukang-ojek-pangkalan-apa-kata-sang-pendiri diakses 13 Juni 2015)
Lattimore, Dkk. (2010). Public Relations Profesi dan Praktis (edisi terjemahan: Afrianto daud). Jakarta: Salemba Humanika
Merdeka.com. Ini kata bos Gojek soal kasus ancaman ke pengemudi Gojek. Kamis, 11 Juni 2015 09:54. (online). (http://www.merdeka.com/teknologi/ini-kata-bos-gojek-soal-kasus-ancaman-ke-pengemudi-gojek.html diakses 12 Juni 2015, 11:12)
Ngurah Putra, I Gusti. (1999). Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya.
Purwaningwulan, Melly Maulin. (2013). Public Relation dan Manajemen Krisis. (online) vol 11 no. 2. (http://jurnal.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-11-2/01-miu-11-2-melly.pdf/pdf/01-miu-11-2-melly.pdf.diakses 12 Juni 2015)
Pratomo, Gito Yudha. (2015). Pendiri Go-jek Siap Dipanggil Gubernur Ahok.  (http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150127170702-185-27751/pendiri-aplikasi-go-jek-siap-dipanggil-gubernur-ahok/ diakses 12 Juni 2015)
Satlita, Lena. Strategi Komunikasi dalam Menangani Krisis Organisasi (online). (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Strategi%20Komunikasi%20dalam%20Menangani%20Krisis%20Organisasi_0.pdf diakses 12 Juni 2015)
Sidomi.com. Sistem Bagi Hasil Gojek Menguntungkan, Tukang Ojek Kantongi Rp 3 Juta Sebulan. 24 Februari 2015. (online). (http://sidomi.com/361497/sistem-bagi-hasil-gojek-menguntungkan-tukang-ojek-kantongi-rp-3-juta-sebulan/ diakses 13 Juni 2015, 1:02)
Yuniar, Nanien. (2014). Ojek yang Naik Kelas. (online). (http://otomotif.antaranews.com/berita/442608/ojek-yang-naik-kelas, diakses 14 Juni 2015)

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer